Hasil akhir revisi
undang-undang Nomor 1 Tahun 2015yang dilakukan oleh DPR memutuskan bahwa Kabupaten
Demak termasuk dalam gelombang pertama pilkada serentak yang akan dilaksanakan
pada 16 Desember 2015. Hal ini tentu saja mengejutkan bagi KPU Demak karena
secara finansial KPU Demak baru mendapatkan anggaran sebesar Rp 4, 1 Milyar,
masih jauh dari anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 18 Milyar. (SM 20/2)
Selain persoalan
anggaran yang masih menjadi ganjalan bagi KPU, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan agar pelaksanaan pilkada pada medio desember 2015 menjadi lebih
demokratis. Pertama KPU harus memperhatikan betul persoalan DPT , dalam
melaksanakan pemutakhiran data pemilih KPU harus mencari petugas yang benar-benar
jujur dalam melaksanakan pemutakhiran data dengan cara mendatangi rumah door to door, karena sudah menjadi
rahasia umum banyak petugas pemutakhiran data yang hanya mengkopi data pemilu
lalu kemudian diserahkan tanpa memperbarui data tersebut. Inilah yang sering
jadi biang keladi tidak updatenya persoalan DPT. Hal ini belum lagi jika data
DP4 dari disdukcapil berbeda jauh dengan data DPT pemilu presiden yang dimiliki
KPU, tentu akan menambah beban bagi KPU dalam pemutakhiran data pemilih.
Kedua tingkat partisipasi
pemilih. Pada pemilu legislative dan pilpres 2014, telah terjadi peningkatan
pemilih yang tidak menggunakan haknya (golput), pada pemilu legislative
partisipasi pemilih di kabupaten demak mencapai sekitar 74% tetapi pada
pelaksanaan pilpres jumlah itu justru menurun menjadi sekitar 69%. Kebosanan
masyarakat juga harus diantisipasi oleh KPU karena bisa jadi masyarakat
berpikir kemarin baru saja nyoblos, sekarang sudah nyoblos lagi. Belum lagi
banyaknya warga demak yang bekerja di luar kota (boro) yang belum tentu
bersedia untuk pulang hanya demi memberikan suaranya untuk kesuksesan pilkada. Tentu
saja ini menjadi tantangan bagi KPU dan jajarannya untuk all out melakukan sosialisasi agar pilkada pada desember mendatang tingkat
partisipasi masyarakat tetap tinggi.
Ketiga, adalah peluang
terjadinya politik uang untuk membeli suara rakyat. Rakyat yang mulai bosan
dengan pemilu sekarang sudah bersikap pragmatis, dimana ada uang, sang calon
pasti akan dipilih. Ini sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap ada gawe pilihan calon pemimpin
pasti akann selalu ada politik uang. Langkah Bupati Demak pada pemilu
legislative kemarin yang mengharamkan politik uang merupakan langkah yang harus
ditiru dan dilanjutkan. Seyogyanya langkah positif bupati itu didukung agar
kedepan pelaksanaan pilkada benar-benar steril dari politik uang. Panwsalu sebagai pengawas pilkada juga harus
semakin intensif dalam melakukan tugas-tugas kepengawasan melalui pemberdayaan
partisipasi masyarakat.
Keempat, netralitas
penyelenggara pemilu. Ketiga hal diatas menjadi percuma jika penyelenggara
pemilu sudah tidak memiliki integritas moral sehingga berpihak kepada salah
satu pasangan calon. Banyaknya anggota KPU yang dipecat oleh DKPP membuat kecurigaan
terhadap lembaga ini menguat, tetapi pengawasan dan koordinasi yang baik antara
KPU dan Panwaslu diharapkan mampu mencegah peluang terjadinya kecurangan yang
dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Transparansi oleh masing-masing lembaga
akan kinerja mereka juga harus diperlihatkan artinya KPU harus siap membagikan
data yang dibutuhkan oleh Panwaslu. Begitu juga Panwaslu harus berani
memberikan rekomendasi kepada KPU atas pengaduan atau keberatan dari peserta
pilkada (pasangan cabup).
Pilkada 2015 adalah pertaruhan besar bagi penyelenggara pemilu
khususnya KPU Demak dalam mengemban tugas menyukseskan perwujudan demokrasi
untuk masyarakat demak yang mana pada akhirnya siapapun
nanti calon yang terpilih menjadi pemimpin di kabupaten demak, mereka mampu
mewujudkan demak menjadi kabupaten yang makmur dan sejahtera serta mampu
bersaing dengan kabupaten tetangga dalam memakmurkan rakyatnya. Sudah saatnya
Demak menjadi kabupaten yang dikagumi karena mampu meningkatkan kesejahteraan
warganya. (UN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar