Halaman

Rabu, 21 September 2011

Remisi untuk Koruptor, Perlukah?

Banyaknya koruptor yang mendapatkan remisi membuat sejumlah pihak yang peduli dengan pemberantasan korupsi gerah, sehingga melontarkan ide agar Koruptor tidak mendapatkan remisi, karena dianggap menyakiti rasa keadilan masyarakat. Ide tentang moratorium remisi ini juga diungkapkan oleh ketua KPK "Kami sangat setuju, sangat mendukung penghapusan remisi koruptor," ujar Ketua KPK Busyro Muqoddas.Wacana ini pun segera mendapatkan respon dari berbagai pihak, diantaranya menteri KumHAM, Patrialis Akbar yang menyatakan ketidaksetujuannya apabila remisi dihilangkan untuk para koruptor karena remisi merupakan hak narapidana, begitu dia beralasan.
Tidak tanggung-tanggung, ide tersebut ternyata juga disetujui oleh Presiden SBY yang disampaikan oleh Stafnya Denny Indrayana. "Presiden menegaskan kembali persetujuannya untuk menguatkan pesan penjeraan kepada para pelaku kejahatan terorganisir, khususnya korupsi dan terorisme. Untuk itu, pengurangan hukuman atau remisi kepada para koruptor dan teroris disetujui untuk dihentikan," ujar Denny. Hal ini membuat Kemenkumham pun berbalik arah, menjadi setuju dan akan mengkajinya.
Menurut Prof. Romli setidaknya ada beberapa hal yang harus diketahui sebelum diputuskan apakah remisi akan dihapus atau tidak.
1. Secara Historis, pemberian remisi adalah tradisi yang sudah dilakukan oleh Pemerintah kolonial Belanda ketika kerajaan merayakan ulang tahun Ratunya, lalu diteruskan oleh Pemerintah Indonesia ketika merayakan kemerdekaannya pada 17 Agustus. Sehingga kalau ada orang yang menginginkan remisi dihilangkan, maka orang tersebut Unhistory.
2. Didalam Konstitusi kita secara jelas dinyatakan dalam Pasal 28 D ayat 1, bahwa setiap warga negara dijamin dalam mendapatkan perlakuan hukum yang adil, sehingga pemberian remisi merupakan aturan yang harus ditaati oleh pelaksana negara ini, karna apabila remisi tidak diberikan kepada koruptor, maka negara telah mengingkari konstitusi.
3. Remisi merupakan hak setiap narapidana. Keadilan bukan saja milik warga negara yang berada diluar tembok penjara, tetapi juga milik warga negara yang ada dalam penjara, sehingga menjadi tidak tepat kalau remisinya yang dihilangkan.
Dari beberapa alasan tersebut diatas, kiranya remisi memang harus tetap diberikan kepada semua narapidana, termasuk para koruptor, harus kita akui hukuman untuk para koruptor memang masih jauh dari rasa keadilan. Sehingga kita harus mendorong agar hukuman terhadap para koruptor bisa diperberat menjadi hukuman maksimal, setidak-tidaknya itu adalah salah satu cara agar menimbulkan efek jera bagi para koruptor. Memberikan rasa malu bagi koruptor juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan oleh Hakim, agar kedepannya pemberantasan korupsi bisa benar-benar efektif.

Minggu, 07 Agustus 2011

KAJIAN KRITIS TERHADAP RUU SISTEM PERADILAN PIDANA DALAM PENCEGAHAN STIGMATISASI ANAK


PENDAHULUAN
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah Bangsa dan Negara, dalam konstitusi Indonesia anak memiliki peran strategis, hal ini secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia. Konsekwensi dari ketentuan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia perlu ditindaklanjuti dengan membuat kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk melindungi Anak.
Anak perlu mendapat perlindungan dari dampak negatif perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua yang telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Anak, antara lain disebabkan oleh faktor diluar diri Anak tersebut, berdasarkan data terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menunjukan tingkat kriminalitas, dan pengaruh negatif penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif semakin meningkat.
Prinsip perlindungan hukum pidana terhadap Anak harus sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on The Rights of the Child) sebagaimana telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1990 di New York Amerika Serikat.
Rancangan Undang-Undang Nomor tentang sistem peradilan Anak dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi Anak yang berhadapan dengan hukum agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang, serta memberi kesempatan kepada Anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Namun dalam pelaksanaannya Anak diposisikan sebagai obyek, dan perlakuan terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum cenderung merugikan Anak. Selain itu Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum secara komprehensip memberikan perlindungan khusus kepada Anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu adanya perubahan paradigma dalam penanganan Anak yang berhadapan dengan hukum antara lain didasarkan pada peran dan tugas masyarakat, pemerintah dan lembaga negara lainnya yang berkewajiban dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan Anak serta memberikan perlindungan khusus kepada Anak yang berhadapan dengan hukum.
PERMASALAHAN
Tinjauan ini mencoba mencari tahu apakah Rancangan Undang-Undang tentang sistem Peradilan Anak dilakukan dengan tujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik Anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa?. Karena banyak sekali persoalan yang terkait dengan anak yang bukan hanya tanggung jawab orang tua tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah.
PEMBAHASAN
Substansi yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang ini antara lain mengenai penempatan Anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), dan yang paling mendasar dalam Undang-Undang ini adalah pengaturan secara tegas mengenai Restoratif Justice dan Diversi, yaitu dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan Anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan Anak dapat kembali kedalam lingkungan sosial secara wajar. Oleh karena itu sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut. Pada akhirnya proses ini harus bertujuan pada terciptanya keadilan restoratif baik bagi Anak maupun bagi Anak sebagai Korban. Keadilan restoratif merupakan suatu proses diversi dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah, menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan Anak Korban, Anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menentramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan.
Dari kasus-kasus yang muncul adakalanya Anak berada dalam status Saksi dan/atau Korban, sehingga Anak Sebagai Saksi dan/atau Korban juga diatur dalam Undang-Undang ini. Khusus mengenai Sanksi terhadap Anak ditentukan berdasarkan perbedaan usia Anak yaitu bagi Anak yang masih berusia kurang dari 12 (dua belas) tahun hanya dikenakan tindakan, sedangkan bagi Anak yang telah mencapai usia 12 (dua belas) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun dapat dijatuhkan tindakan dan pidana.
Mengingat ciri dan sifat yang khas pada Anak dan demi perlindungan terhadap Anak, maka perkara Anak yang berhadapan dengan hukum wajib disidangkan pada pengadilan pidana Anak yang berada di lingkungan peradilan Umum. Dan proses peradilan perkara Anak sejak ditangkap, ditahan, diadili, dan pembinaan wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami masalah Anak. Namun sebelum masuk proses peradilan para penegak hukum, keluarga, dan masyarakat wajib mengupayakan proses penyelesaian di luar jalur pengadilan yakni melalui Restoratif justice dan diversi.
PENUTUP
Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ini mengatur mengenai keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Sikap penanganan terhadap anak yang mengalami persoalan pidana yang tidak seimbang dengan tingkat kesalahannya akan dapat menimbulkan gejala stigmatisasi anak.
Kata ”peradilan” tidak diartikan sebagai badan peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah bagian dari badan peradilan umum, maka sidang perkara Anak dengan sendirinya mencakup berbagai lingkup wewenang badan peradilan umum.
 *Diolah dari berbagai sumber

Jumat, 17 Juni 2011

DERADIKALISASI PELAKU TERORISME DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA POLITIK

Istilah terorisme mulai dikenal luas oleh bangsa ini sejak Amrozi dkk meledakkan Paddy’s CafĂ© dan Sari Club di Bali tahun 2002. Ternyata terorisme sampai sekarang masih menjadi persoalan serius bagi bangsa ini. Bukannya selesai, terorisme justru mengalami perkembangan pesat beberapa waktu terakhir. Hal ini terlihat dari penggunaan modus baru oleh kelompok teroris mutakhir, seperti bom buku yang menghebohkan Jakarta dan menjadikan masjid sebagai target aksi seperti terjadi di Cirebon. Bahkan, kelompok teroris juga menjajaki kemungkinan penyerangan terbuka seperti menggunakan roket bom untuk menjangkau sasaran dari jarak yang jauh.
Kondisi di atas menimbulkan pertanyaan besar mengingat aparat kepolisian sejauh ini telah melakukan banyak hal untuk menumpas jaringan terorisme di republik ini. Bahkan, prestasi kepolisian melawan para teroris telah mendapatkan banyak apresiasi dari negara luar. Tetapi, terorisme masih bertahan bahkan berkembang pesat. Kasus terakhir yang cukup menguji kemampuan aparat penegak hukum khususnya Densus 88 adalah kasus penembakan yang menewaskan dua anggota kepolisian yang terjadi di Poso.

Senin, 18 April 2011

KEADILAN RESTORATIF BAGI KORBAN TINDAK PIDANA


Konsep keadilan restoratif yang diajukan menteri hukum dan HAM Patrialis Akbar bebrapa waktu yang lalu menarik untuk dicermati, karena apa yang disampaikan oleh Patrialis menunjukkan kesadaran akan lemahnya sistem peradilan pidana dinegara kita. Sistem peradilan pidana adalah usaha masyarakat untuk memerangi kejahatan dengan cara memberikan hukuman pidana “penal” kepada pelaku tindak kejahatan yang sering diidentikkan dengan politik kriminal, yang oleh Mark Ancel didefinisikan sebagai suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan.
Menurut Barda Nawawi Arief seperti yang dikutip oleh Nyoman S Putra Jaya, mengatakan bahwa sistem peradilan pidana pada hakikatnya identik dengan sistem penegakan hukum, karena proses peradilan pada hakikatnya suatu proses penegakan hukum. Sistem peradilan jika dilihat secara integral, merupakan satu kesatuan berbagai subsistem yang terdiri dari komponen “substansi hukum”, “struktur hukum”, dan “budaya hukum”. Sebagai suatu sistem penegakan hukum, proses peradilan terkait erat dengan ketiga komponen tersebut yaitu norma hukum (sibstansi hukum), lembaga/aparat (struktur hukum), dan nilai-nilai (budaya hukum).

Kamis, 24 Februari 2011

PELANGGARAN TINDAK PIDANA PEMILU

Dalam pemilu legislatif 2009, ketua PNI Marhaenisme Sukmawati Soekarno Putri menjadi tersangka dalam kasus dugaan ijasah palsu ijasah SMA yang digunakannya untuk mendaftar sebagai calon anggota legislatif di KPU ditengarai palsu. Kasus ini oleh KPU telah dilaporkan kepada pihak kepolisian, tetapi sampai sekarang kasusnya tidak jelas kelanjutannya. Apa yang menjadi masalah, sehingga kasus yang melibatkan petinggi partai politik itu tidak berlanjut sampai ke pengadilan? Apakah kasusnya dipetieskan karena kepentingan politik semata yang menjadi dasar?
Kasus yang melibatkan Sukmawati bukan hanya dalam rangka pertarungan penegakan hukum saja tetapi juga pertarungan yang melibatkan kepentingan politik. Penyidik kepolisian secara mental belum siap menerima dan menangani tindak pidana pemilu, walaupun sebenarnya penghentian penyidikan merupakan hal yang wajar dalam proses beracara. Penyidik mempunyai tiga alasan untuk dapat menghentikan penyidikan, pertama, karena tidak terdapat cukup bukti. Kedua, peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana. Ketiga, penyidikan dihentikan demi hukum.

Kamis, 03 Februari 2011

D pertama

Selama menempuh pendidikan tinggi, seumur-umur baru kali inilah aku mendapatkan nilai D. Ya nilai D ini aku dapatkan setelah menempuh mata kuliah Pembaharuan Hukum Pidana yang diasuh oleh prof. Barda. Hari itu Selasa 25 Januari 2011 mata kuliah PHP disemesterkan dengan metode ujian lisan, dengan kondisi materi yang tidak terlalu paham karena sering absen alias membolos, kuberanikan diri untuk maju menghadap dosen penguji, akhirnya terbukti juga bahwa selama ini akibat jarang masuk nilai yang kudapat sangat menyedihkan yaitu D.
Soal bolosnya diriku memang bukan tanpa sebab, saat ini disamping statusku sebagai mahasiswa S2 di UNDIP, aku juga berstatus sebagai anggota Ad Hoc PPK Kec. wedung yang harus mempersiapkan ubo rampe untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tanggal 6 Maret mendatang, sehingga kondisiku saat itu harus memilih untuk PPK yang otomatis merampas waktu kuliah. Bukan bermaksud mencari kambing hitam, tapi memang karena kesibukan itu tidak bisa membuat aku fokus pada materi kuliah S2 yang membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi.
Tapi masih ada waktu untuk memperbaiki, karena dosenku memberikan kesempatan untuk bisa mengulang bagi mahasiswa yang nilainya belum memuaskan, walaupun dengan kondisi yang serba terbatas, aku tidak boleh menyerah, semoga nilai yang tadinya D bisa meningkat menjadi yang terbaik alias A.
Ayo Ulin kamu pasti Bisa!!!

Sabtu, 01 Januari 2011

TAHUN BARU 2011

Hari ini kita telah memasuki tahun baru, semoga tahun ini lebih baik dari tahun kemarin dan diwujudkan apa yang kita telah impikan, dijauhkan dari segala bencana yang selalu melanda negeri ini.
Semalam tanggal 31 Des 2010 adalah malam pergantian tahun baru, kebetulan pada tanggal tersebut adalah hari terakhir pendaftaran calon Bupati dan wakil Bupati Kabupaten Demak, sehingga kemeriahan bukan hanya terjadi di Alun-alun kota Demak tetapi juga di KPU Kab. Demak, bedanya kalau di alun-alun masyarakat berkumpul dengan sukacita, di KPU terlihat wajah-wajah tegang baik dari penyelenggara, dan pendukung masing-masing calon.
Ketegangan nampak terlihat, karena sampai jam 17.00 WIB baru satu calon yang resmi mendaftar sebagai pasangan balon yaitu Tafta Yani-Dakirin Said yang diusung oleh gabungan partai politik yaitu PKB, PKS, Golkar, dan PPP yang total kursi di DPRD mencapai 23 kursi. Jika hal itu sampai terjadi otomatis tahapan pemilu akan terganggu, alias pemilu bakal ditunda, untungnya setelah menunggu sampai pukul 22.00 WIB akhirnya datang juga pasangan balon yang lain mendaftar yaitu pasangan Najib-Izzah yang diusung oleh partai-partai kecil yaitu PKPB, PKNU, Gerindra, Hanura, dan PDP.
Tidak lama berselang pasangan ketiga juga muncul di KPU yaitu Saidah-Haryanto yang diusung oleh partai Demokrat dan PAN yang jumlah kursinya di DPRD sebanyak 8 kursi, ada hal yang menarik terjadi ketika proses pendaftaran pasangan calon yang ketiga tersebut, ketika penelitian berkas diperiksa oleh KPU ternyata masih terdapat surat pencalonan yang belum distempel partai, sehingga berkas tersebut sempat dikembalikan lagi oleh KPU, ternyata belum distempelnya surat pencalonan itu karena tinta dari stempel tersebut habis.
Dan pasangan terakhir muncul ketika jam telah menunjukkan pukul 23.30 yaitu pasangan Maryono-Purnomo yang diusung oleh PDIP yang mempunyai kursi 8 buah di DPRD, dengan begitu Pemilukada Bupati Demak yang akan berlangsung tanggal 6 Maret 2011 akan diikuti oleh 4 pasangan calon, mereka akan bertarung untuk menjadi orang nomor satu di Kabupaten Demak periode 2011-2016, bagi saya siapapun nanti yang terpilih semoga mampu mengemban amanat untuk menjadikan Demak sebagai kota yang maju, mampu menyejahterakan rakyatnya, sehingga Demak menjadi lebih baik.
Akhirnya ketika jam telah menunjukkan pukul 00.00 WIB ditutuplah pendaftaran calon Bupati dan Wakil Bupati Demak seiring suara terompet dan dentuman kembang api yang membahana sekaligus terlihat indah mewarnai langit  kota Demak.
Selamat Tahun Baru 2011