Pemilukada gubernur Jawa
Tengah saat ini sudah dalam tahapan coklit yang baru saja selesai kemaren per 4
Februari. Banyak sekali hal menarik yang terjadi terkait dengan coklit yang
dilakukan oleh KPU dan jajarannya. Dari mulai masih munculnya nama orang yang
sudah meninggal, usia yang belum 17 tahun sampai nama-nama setan pun
bermunculan. Kejadian yang agak unik ini terjadi di Kabupaten Purwodadi, terdapat
nama-nama makhluk halus yang tercantum sebagai daftar penduduk potensial pemilih
alias DP4, seperti kolor ijo, gundul pecengis, suster ngesot lengkap dengan
NIK-nya.
Di kabupaten Blora juga
ditemukan nama dan alamat yang tercantum sudah lengkap, tetapi ketika nama-nama
ini dikonfirmasi ke tetangga terdekat, mereka tidak bisa menunjukkan orang yang
dimaksud, sehingga ada kesan bahwa nama-nama tersebut bukanlah penduduk asli
dari wilayah Blora. Sedangkan di kecamatan Wedung, kabupaten Demak juga
terdapat satu nama penduduk bernama kematian yang tidak jelas alamatnya bisa
tercantum di DP4.
Masih terdapatnya
nama-nama yang sudah meninggal, selalu terulang setiap kali menjelang proses
pemilu, juga pilkada baik itu bupati maupun gubernur. Artinya masih terjadi
kelemahan dalam sistem administrasi kependudukan. Dinas kependudukan dan catatan
sipil harus segera memperbaiki sistem administrasi yang ada pada mereka, karena
hal ini berpotensi menjadikan pemilu rentan terjadi kecurangan, baik itu karena
sistem ataupun memanfaatkan kelemahan dalam proses coklitnya.
Harapan dari lemahnya
sistem administrasi kependudukan kita sebenarnya sudah coba dibenahi dengan
adanya kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), tetapi sampai sekarang proses
tersebut belum juga rampung. Bahkan dari hasil e-KTP itu justru sekarang ini
malah membingungkan, karena terjadi perbedaan jumlah pemilih di Jawa Tengah
dengan selisih mencapai 6,7 juta penduduk (Suara Merdeka, tgl 7 Des 2012). Perbedaan
data DAK2 dari Kemendagri dengan jumlah penduduknya sebanyak 32,57 juta yang
akan digunakan untuk Pemilu Legislatif memang berbeda cukup signifikan dengan
data SIAK dari Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Jawa Tengan
sebanyak 39,29 juta penduduk. Sistem administrasi kependudukan negara kita yang
sangat rapuh memang mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab dengan cara memasukkan nama-nama ataupun data yang tidak valid.
KPU
sebagai lembaga pelaksana memang tidak bisa mengutak-atik jumlah tersebut, yang
bisa dilakukan oleh KPU adalah memaksimalkan kinerja PPDP sebagai ujung tombak
dalam proses coklit sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan realita yang
ada. Persoalannya adalah masih banyak petugas PPDP sebagai ujung tombak
keberhasilan proses coklit ini, melaksanakan tugasnya dengan cara “main tembak”
alias tidak melakukan kunjungan ke kepala keluarga satu-persatu. Mereka hanya
mendata dari rumah sendiri, lalu menempelkan striker dan memberikan kertas
sebagai tanda bahwa mereka telah dicoklit (model A.3.3-KWK.KPU).
Dinas
kependudukan dan catatan sipil sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab
terhadap data kependudukan harus mereformasi institusi mereka, agar kedepan
tidak selalu muncul persoalan yang sama. Para pemangku kepentingan harus segera
bertemu untuk kemudian mencari dimana letak kesalahan data tersebut, sehingga
hasil dari pemilu yang akan datang tidak menjadi preseden buruk bagi terjadinya
penurunan kualitas demokrasi kita yang tentunya akan berpengaruh terhadap
kepemimpinan daerah.