Halaman

Minggu, 07 Agustus 2011

KAJIAN KRITIS TERHADAP RUU SISTEM PERADILAN PIDANA DALAM PENCEGAHAN STIGMATISASI ANAK


PENDAHULUAN
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah Bangsa dan Negara, dalam konstitusi Indonesia anak memiliki peran strategis, hal ini secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia. Konsekwensi dari ketentuan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia perlu ditindaklanjuti dengan membuat kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk melindungi Anak.
Anak perlu mendapat perlindungan dari dampak negatif perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua yang telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Anak, antara lain disebabkan oleh faktor diluar diri Anak tersebut, berdasarkan data terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menunjukan tingkat kriminalitas, dan pengaruh negatif penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif semakin meningkat.
Prinsip perlindungan hukum pidana terhadap Anak harus sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on The Rights of the Child) sebagaimana telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1990 di New York Amerika Serikat.
Rancangan Undang-Undang Nomor tentang sistem peradilan Anak dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi Anak yang berhadapan dengan hukum agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang, serta memberi kesempatan kepada Anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Namun dalam pelaksanaannya Anak diposisikan sebagai obyek, dan perlakuan terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum cenderung merugikan Anak. Selain itu Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum secara komprehensip memberikan perlindungan khusus kepada Anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu adanya perubahan paradigma dalam penanganan Anak yang berhadapan dengan hukum antara lain didasarkan pada peran dan tugas masyarakat, pemerintah dan lembaga negara lainnya yang berkewajiban dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan Anak serta memberikan perlindungan khusus kepada Anak yang berhadapan dengan hukum.
PERMASALAHAN
Tinjauan ini mencoba mencari tahu apakah Rancangan Undang-Undang tentang sistem Peradilan Anak dilakukan dengan tujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik Anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa?. Karena banyak sekali persoalan yang terkait dengan anak yang bukan hanya tanggung jawab orang tua tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah.
PEMBAHASAN
Substansi yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang ini antara lain mengenai penempatan Anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), dan yang paling mendasar dalam Undang-Undang ini adalah pengaturan secara tegas mengenai Restoratif Justice dan Diversi, yaitu dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan Anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan Anak dapat kembali kedalam lingkungan sosial secara wajar. Oleh karena itu sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut. Pada akhirnya proses ini harus bertujuan pada terciptanya keadilan restoratif baik bagi Anak maupun bagi Anak sebagai Korban. Keadilan restoratif merupakan suatu proses diversi dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah, menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan Anak Korban, Anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menentramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan.
Dari kasus-kasus yang muncul adakalanya Anak berada dalam status Saksi dan/atau Korban, sehingga Anak Sebagai Saksi dan/atau Korban juga diatur dalam Undang-Undang ini. Khusus mengenai Sanksi terhadap Anak ditentukan berdasarkan perbedaan usia Anak yaitu bagi Anak yang masih berusia kurang dari 12 (dua belas) tahun hanya dikenakan tindakan, sedangkan bagi Anak yang telah mencapai usia 12 (dua belas) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun dapat dijatuhkan tindakan dan pidana.
Mengingat ciri dan sifat yang khas pada Anak dan demi perlindungan terhadap Anak, maka perkara Anak yang berhadapan dengan hukum wajib disidangkan pada pengadilan pidana Anak yang berada di lingkungan peradilan Umum. Dan proses peradilan perkara Anak sejak ditangkap, ditahan, diadili, dan pembinaan wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami masalah Anak. Namun sebelum masuk proses peradilan para penegak hukum, keluarga, dan masyarakat wajib mengupayakan proses penyelesaian di luar jalur pengadilan yakni melalui Restoratif justice dan diversi.
PENUTUP
Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ini mengatur mengenai keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Sikap penanganan terhadap anak yang mengalami persoalan pidana yang tidak seimbang dengan tingkat kesalahannya akan dapat menimbulkan gejala stigmatisasi anak.
Kata ”peradilan” tidak diartikan sebagai badan peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah bagian dari badan peradilan umum, maka sidang perkara Anak dengan sendirinya mencakup berbagai lingkup wewenang badan peradilan umum.
 *Diolah dari berbagai sumber